Hari Buruh: Fakta Tersembunyi di Balik Tembok Perguruan Tinggi Swasta
Para dosen swasta adalah garda terdepan dalam mencerdaskan
anak bangsa. Dengan dedikasi dan keilmuan mereka, generasi penerus dididik dan
dibekali untuk menghadapi masa depan. Namun, ironisnya, penghargaan yang mereka
terima seringkali jauh dari kata layak. Banyak di antara mereka yang bergumul
dengan upah minim, jam kerja yang tidak jelas, status kepegawaian yang rentan,
serta minimnya jaminan sosial dan jenjang karir yang pasti.
Upah yang rendah adalah potret buram ketidakadilan ini.
Mereka seringkali harus mencari tambahan diluar kampus untuk sekadar memenuhi
kebutuhan hidup, mengorbankan waktu untuk penelitian dan pengembangan diri,
yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Status kepegawaian yang tidak jelas juga membuat mereka rentan terhadap
pemutusan hubungan kerja tanpa alasan yang jelas dan tanpa pesangon yang
memadai.
Komersialisasi pendidikan tinggi swasta menjadi salah satu
akar permasalahan ini. Orientasi pada keuntungan seringkali mengalahkan
investasi pada sumber daya manusia, termasuk kesejahteraan dosen. Biaya kuliah
yang tinggi tidak serta merta berbanding lurus dengan kesejahteraan para
pendidiknya. Inilah ironi yang harus kita gugat: institusi pendidikan yang
seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan justru abai terhadap
hak-hak para pekerjanya.
Hari Buruh seharusnya menjadi pengingat bahwa setiap
pekerja, tanpa terkecuali, berhak atas kondisi kerja yang layak, upah yang
adil, dan jaminan sosial yang memadai. Dosen swasta bukanlah pengecualian.
Mereka adalah intelektual yang memiliki kontribusi signifikan bagi bangsa dan
negara, dan sudah seharusnya mendapatkan apresiasi yang setimpal.
Posting Komentar