Menilik Keadilan di Tengah Deru Roda Ekonomi Digital : Logiskah Tuntutan 10%?
Dalam lanskap ekonomi digital yang terus berkembang, ojek online (ojol) telah menjadi salah satu tulang punggung mobilitas dan logistik di Indonesia. Jutaan orang menggantungkan hidupnya pada profesi ini, namun tak jarang pula mereka dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya adalah skema potongan pendapatan yang diterapkan oleh aplikator. Belakangan, tuntutan agar potongan aplikator dipatok maksimal 10% kembali mengemuka. Pertanyaan krusialnya: logiskah tuntutan ini, dan bagaimana dampaknya terhadap ekosistem ojol secara keseluruhan?
Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP Nomor 1001 Tahun 2022 yang mengatur batas potongan pihak aplikator terhadap pengemudi ojol sebesar maksimal 20% dari setiap transaksi yang dibayarkan oleh penumpang kepada driver. Angka ini seringkali menjadi sorotan para sisi driver, mereka merasa bahwa potongan tersebut terlalu besar dan menggerus pendapatan bersih mereka, terutama di tengah kenaikan biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan. Dari sudut pandang driver, potongan 10% akan secara signifikan meningkatkan pendapatan harian mereka, memberikan ruang napas finansial yang lebih besar dan potensi peningkatan kesejahteraan.
Ada poin krusial yang seringkali luput dari perhatian publik secara luas, dalam hal ini aplikator juga mengambil biaya dari sisi penumpang. Biaya ini bervariasi tergantung aplikator dan jenis layanan, namun biasanya muncul dalam bentuk "biaya layanan", "biaya platform", atau "biaya pemesanan" yang ditambahkan ke tarif dasar perjalanan atau pengiriman.
Artinya, aplikator mendapatkan keuntungan dari dua sisi pertama Potongan dari driver: Persentase dari total biaya perjalanan yang dibayarkan oleh penumpang dan yang kedua Biaya tambahan dari penumpang: Sejumlah nominal tertentu yang dibebankan langsung kepada penumpang di luar tarif dasar. Inilah yang membuat tuntutan driver untuk potongan 10% menjadi lebih "logis" dari sudut pandang mereka. Jika aplikator sudah mendapatkan keuntungan dari biaya yang dibebankan kepada penumpang, mengapa potongan dari driver masih harus sebesar 20%? yang rasa tidak adil di kalangan driver. Mereka merasa aplikator mendapatkan keuntungan berlipat, sementara beban operasional dan risiko pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh driver.
Menyikapi tuntutan 10% dan realitas pungutan ganda, pendekatan progresif dibutuhkan. Ini bukan hanya tentang angka, tetapi tentang mencari titik keseimbangan yang adil dan berkelanjutan bagi driver, aplikator, dan penumpang. Beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan.
Transparansi Struktur Biaya: Aplikator wajib menunjukkan secara jelas dan terperinci alokasi dari setiap pungutan, baik yang diambil dari driver maupun dari penumpang. Ini akan membangun kepercayaan dan memungkinkan diskusi yang lebih berbasis data.
Optimalisasi Pungutan: Jika aplikator sudah memungut biaya dari penumpang, maka potongan dari driver seharusnya dapat ditinjau ulang dan dikurangi. Apakah perlu pungutan dua arah yang signifikan? Ini yang perlu dievaluasi.
Regulasi yang Inklusif: Pemerintah sebagai regulator memiliki peran krusial untuk meninjau model bisnis platform digital, khususnya dalam hal struktur biaya dan potongan. Regulasi harus memastikan bahwa tidak ada eksploitasi dan bahwa pembagian keuntungan adil bagi semua pihak, terutama driver yang menjadi tulang punggung operasional. Standar minimal potongan dari driver atau plafon biaya tambahan dari penumpang bisa dipertimbangkan.
Model Pendapatan Alternatif Aplikator: Aplikator bisa lebih gencar mencari model pendapatan lain yang tidak terlalu bergantung pada potongan dari driver atau biaya tambahan dari penumpang. Misalnya, melalui iklan yang lebih terarah, layanan logistik B2B, atau diversifikasi layanan lainnya yang tidak membebani driver dan konsumen secara langsung.
Posting Komentar